Jumat, 16 Desember 2011

Wanita Soleha

SUNGGUH sangat beruntung bagi wanita shalihah di dunia ini. Ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Kalau pun ia wafat, maka Allah akan menjadikannya bidadari di akhirat nanti. Oleh karena itu, para pemuda jangan sampai salah memilih pasangan hidup. Pilihlah wanita shalihah untuk dijadikan istri dan pendamping hidup setia.

Siti Khadijah r.a. adalah figur seorang istri shalihah yang menjadi penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang dan beribadah kepada Allah SWT. Beliau telah berkorban dengan harta, kedudukan, dan diri beliau demi membela perjuangan Rasulullah Saw. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah r.a., hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasul walau beliau sendiri sudah meninggal.

Allah berfirman dalam QS. An Nuur ayat 30-31, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara farji (kemaluan) - nya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara farji- nya dan janganlah mereka menampakkan perhiasan kecuali yang biasa nampak dari padanya.

Rasulullah Saw. bersabda : Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah. (HR. Muslim).

Ciri khas seorang wanita shalihah adalah ia mampu menjaga pandangannya. Ciri lainnya, dia senantiasa taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah memperbanyak dzikir kepada Allah di mana pun berada. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al Quran. Jika seorang muslimah menghiasi dirinya dengan perilaku takwa, akan terpancar cahaya keshalihahan dari dirinya.

Wanita shalihah tidak mau kekayaan termahalnya berupa iman akan rontok. Dia juga sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan sesuatu kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya justru bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).

Wanita shalihah itu murah senyum, karena senyum sendiri adalah shadaqah. Namun, tentu saja senyumnya proporsional. Tidak setiap laki-laki yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Intinya, senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain. Bisa dibayangkan jika kaum wanita kerja keras berlatih senyum manis semata untuk meluluhkan hati laki-laki.

Wanita shalihah juga harus pintar dalam bergaul dengan siapapun. Dengan pergaulan itu ilmunya akan terus bertambah, sebab ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik sehingga hal itu berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain. Pendek kata, hubungan kemanusiaan dan taqarrub kepada Allah dilakukan dengan sebaik mungkin.

Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya kuat adalah dari kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya akan selalu terkontrol. Tidak akan ia berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al Quran dan As Sunnah. Dan tentu saja godaan setan bagi dirinya akan sangat kuat. Jika ia tidak mampu melawan godaan tersebut, maka bisa jadi kualitas imannya berkurang. Semakin kurang iman seseorang, maka makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, maka makin buruk kualitas akhlaknya.

Pada prinsipnya, wanita shalihah itu adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari beraneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai . Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia polos tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukan hati tiap-tiap orang di sekitarnya. Karena ia yakin betul bahwa Allah tidak akan pernah meleset memberikan karunia kepada hamba-Nya. Makin ia menjaga kehormatan diri dan keluarganya, maka Allah akan memberikan karunia terbaik baginya di dunia dan di akhirat.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka banyak-banyaklah belajar dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. Seperti Siti Aisyah yang terkenal dengan kecerdasannya dalam berbagai bidang ilmu. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau adalah seorang istri yang bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.

Bisa jadi wanita shalihah itu muncul dari sebab keturunan. Bila kita melihat seorang pelajar yang baik akhlaknya dan tutur katanya senantiasa sopan, maka dalam bayangan kita tergambar diri seorang ibu yang telah mendidik dan membimbing anaknya menjadi manusia yang berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses yang memakan waktu. Disini faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan dan lain-lain. Apa yang nampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi.

Banyak wanita bisa sukses. Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan yang Allah pimpinkan. Dan aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja berlaku bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri yang berumah tangga. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya. Usahakanlah kita mampu memberikan warna yang baik bagi orang lain, bukan sebaliknya malah kita yang diwarnai oleh pengaruh buruk orang lain.

Jika para wanita muda mampu menjaga diri dan memelihara akhlaknya, maka iman kaum laki-laki akan semakin kuat. Cahaya keshalihahan wanita mukminah akan menjadi penyejuk sekaligus peneguh hati orang-orang beriman. Apalagi bagi kaum muda yang sangat rentan dari godaan syahwat. Mereka harus dibantu dalam melawan godaan-godaan.

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga dan bahkan negara. Kita pernah mendengar, bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka bisa dibayangkan, berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini wanita hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa peran tertentu yang serius. Dalam sebuah keterangan diyatakan bahwa bejatnya akhlak wanita bisa menyebabkan hancurnya sebuah negara. Bukankah wanita itu adalah negara? Bayangkanlah, jika tiang-tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah pasti bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah, sehingga tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa.

Jadi kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang kuat atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum wanita harus terus berusaha menjadi wanita shalihah dengan mencontoh pribadi istri-istri Rasulullah. Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya, maka pesona wanita shalihah akan melekat pada diri kaum wanita kita.


Sumber : http://redeagle21.blogspot.com/2007/07/wanita-soleha.html

Jutaan Anak Indonesia Hidup Dibawah Garis Kemiskinan

Cermin sebuah Negeri yang secara geografis, kandungan baminya sangat melimpah. Namun penduduknya sangat mengenaskan dalam menjalani hidup. Dan benarkah ini juga sebuah bukti bahwa tangan tangan penguasa negeri berlumur darah dan air mata putra bangsanya.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar menyatakan bahwa jutaan anak Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan. Anak-anak yang hidup di bawah garis kemiskinan hampir 30 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Dari kalangan anak-anak jalanan sebagian dapat dijumpai di kota-kota besar, seperti Jakarta.
Untuk anak-anak jalanan kita upayakan untuk ditampung di panti asuhan. Dengan begitu kita harapkan mereka mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Dirinya sangat berharap perlu adanya uluran tangan dari berbagai pihak sehingga mereka bisa hidup layak seperti anak-anak lainnya.

Pada Gerakan Tanam Pohon dan Dialog dengan Siswa SMP serta SMA itu, dijelaskan bahwa anak-anak tersebut sebagian besar hidup di tengah keluarga miskin maupun anak-anak jalanan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam upaya mengatasi hal tersebut dikatakan, bahwasanya pihaknya bekerja sama dengan panti asuhan, LSM, dan instansi yang peduli terhadap nasib anak-anak tersebut.
Untuk anak-anak jalanan di upayakan untuk ditampung di panti asuhan. Dengan begitu diharapkan mereka mendapatkan kehidupan yang lebih layak.

Di panti asuhan, mereka bisa belajar bersama, termasuk mendapatkan pelatihan keterampilan sebagai bekal untuk kelak bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
“Program bantuan terhadap anak-anak yang terlantar diantaranya kami salurkan lewat panti asuhan,” kata Linda Gumelar.

Dia sangat berharap instansi swasta yang selama ini belum memiliki program bantuan kepada anak-anak yang hidup di bawah kemiskinan, mulai sekarang terketuk hatinya membuat program peduli anak Indonesia.
Ia berkeyakinan, jika berbagai pihak bergerak dan peduli terhadap anak-anak tersebut, secara perlahan akan mengurangi angka kemiskinan. Diharapkan program peduli terhadap anak-anak miskin semakin meluas. Karena mereka juga bagian dari aset bangsa ini.
“Kami harapkan mulai 2011 ini perusahaan swasta melalui dana peduli sosial (corporate social responsibility/CSR) ikut serta memprogramkan bantuan untuk mereka,” ujar Linda Gumelar.


(Sumber, ANTARA News/ I020/T007/S026) ) –

Do’a Seorang Ibu

Doa seorang ibu sungguh mustajab. Baik doa kebaikan ataupun doa buruk. Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan suatu kisah menarik berkaitan dengan doa ibu. Suatu kisah yang terjadi pada masa sebelum Rasulullah, yang mana patut diambil sebagai ibroh bagi orang-orang yang beriman.
Dahulu, ada tiga orang bayi yang bisa berbicara. Salah satunya adalah seorang bayi yang hidup pada masa Juraij. Juraij adalah seorang ahli ibadah, dia memiliki sebuah tempat ibadah yang sekaligus jadi tempat tinggalnya. Suatu ketika Juraij sedang melaksanakan sholat, tiba-tiba ibunya datang memanggilnya :”Wahai Juraij”. Dalam hatinya, Juraij bergumam :”Wahai Robbku, apakah yang harus aku dahulukan ? meneruskan sholatku ataukah memenuhi panggilan ibuku ?”. Dalam kebimbangan, dia tetap meneruskan sholatnya. Akhirnya sang ibu pulang. Esok harinya, sang ibu datang lagi dan memanggil :”Wahai Juraij !”. Juraij yang saat itu pun sedang sholat bergumam dalam hatinya :”Wahai Robbku, apakah aku harus meneruskan sholatku…atau (memenuhi) panggilan ibuku ?”. Tetapi dia tetap meneruskan sholatnya. Sang ibu kembali pulang untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, ibunya datang lagi seraya memanggil :”Wahai Juraij !”. Lagi-lagi Juraij sedang menjalankan sholat. Dalam hatinya, ia bergumam :”Wahai Robbku, haruskah aku memilih meneruskan sholatku ataukah memenuhi panggilan ibuku ?”. Tetapi dia tetap meneruskan sholatnya. Akhirnya, dengan kecewa setelah tiga kali panggilannya tidak mendapat sahutan dari anaknya, sang ibu berdoa :”Ya Allah, janganlah engkau matikan Juraij hingga dia melihat wajah wanita pelacur”.
Orang-orang bani Israil (ketika itu) sering menyebut-nyebut nama Juraij serta ketekunan ibadahnya, sehingga ada seorang wanita pelacur berparas cantik mengatakan :”Jika kalian mau, aku akan menggodanya (Juraij)”. Wanita pelacur itupun kemudian merayu dan menawarkan diri kepada Juraij. Tetapi sedikitpun Juraij tak memperdulikannya. Namun apa yang kemudian dilakukan oleh wanita itu ?. Ia mendatangi seseorang yang tengah menggembala di sekitar tempat ibadah Juraij. Lalu demi terlaksananya tipu muslihat, wanitu itu kemudian merayunya. Maka terjadilah perzinahan antara dia dengan penggembala itu. Hingga akhirnya wanita itu hamil.
Dan manakala bayinya telah lahir, dia membuat pengakuan palsu dengan berkata kepada orang-orang :”Bayi ini adalah anak Juraij”. Mendengar hal itu, masyarakat percaya dan beramai-ramai mendatangi tempat ibadah Juraij, memaksanya turun, merusak tempat ibadahnya dan memukulinya. Juraij yg tidak tahu masalahnya bertanya dgn heran :”Ada apa dengan kalian ?”. “Kamu telah berzina dengan wanita pelacur lalu dia sekarang melahirkan anakmu”, jawab mereka. Maka, tahulah Juraij bahwa ini adalah makar wanita lacur itu. Lantas bertanya :”Dimana bayinya ?”. Merekapun membawa bayinya. Juraij berkata : “Biarkan saya melakukan sholat dulu”, kemudian dia berdiri sholat. Seusai menunaikan sholat, dia menghampiri si bayi lalu mencubit perutnya seraya bertanya : “Wahai bayi, siapakah ayahmu ?”. Si bayi menjawab :”Ayahku adalah si fulan, seorang penggembala”. Seketika masyarakat bergegas menghampiri Juraij, mencium dan mengusapnya. Mereka minta maaf dan berkata :”Kami akan membangun tempat ibadahmu dari emas”. Juraij mengatakan :”Tidak, bangun saja seperti semula yaitu dari tanah Hat”. Lalu merekapun mengerjakannya.
Hikmah yang bisa dipetik dari kisah ini :
1. Wajibnya mendahulukan birrul walidain daripada perkara-perkara sunnah, seperti sholat (sunnah) dan sejenisnya.
2. Doa ibu adalah mustajab (terkabulkan).
3. Fitnah terbesar yang menimpa suatu umat adalah fitnah wanita.
4. Fitnah tidaklah membahayakan bagi orang yang beriman.
5. Apapun problematika yang menimpa, solusinya adalah memohon pertolongan kepada Allah SWT saja dengan sholat dan doa. 


Sumber : http://labbaik.wordpress.com/2007/04/11/doa-seorang-ibu/

Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Saya memiliki seorang paman, Mitrof namanya. Usianya sebaya dengan usia saya. Memang agak unik, paman kok usianya sebaya. Tetapi itulah kenyataannya. Ia memang bukan paman dekat, dalam arti saudara langsung dari ibu atau ayah saya. Saya tidak tahu persis bagaimana silsilahnya, tetapi karena banyak keluarga yang menyatakan bahwa ia adalah seorang paman saya, maka saya memanggilnya “Lek”, yaitu panggilan seorang paman dalam terminologi Jawa.
Suatu ketika saya berkunjung ke rumahnya. Saat itu, kami menjelang kelulusan SMA dan dihadapkan pada kebimbangan apakah akan melanjutkan ke perguruan tinggi atau tidak. Kami membicarakan bagaimana kiat-kiat agar bisa lolos dalam UMPTN dan mampu kuliah di tengah kondisi ekonomi yang kurang mendukung pada saat itu. Kami adalah teman satu kelas dan satu SMA di Pekalongan. Hubungan kami cukup akrab. Kadang saya yang bersilaturahim ke rumah dia, dan kadang dia yang bersilaturahim ke rumah saya.
Pada saat kami berbincang-bincang itu, ibu dari paman saya itu turut bergabung dan melibatkan diri dalam
perbincangan. Boleh jadi, bagi beliau topiknya cukup menarik karena menyangkut masa depan anaknya. Beliau mengungkapan kata-kata yang hingga kini tidak pernah saya lupakan. Beliau berujar bahwa sudah menjadi kewajiban orang tua —termasuk diri beliau— untuk menyekolahkan dan mengkuliahkan anaknya. Beliau mengatakan bahwa selama ini berusaha keras untuk menyekolahkan dan mengkuliahkan anak-anaknya (termasuk paman saya itu), walaupun harus dengan cara bersusah-payah dalam mencari rezeki. Upaya keras yang dilakukannya itu, diibaratkan beliau dengan ungkapan ‘Walau kaki harus naik ke atas kepala, dan kepala harus turun ke bawah kaki’. Maksudnya tidak lain adalah upaya keras yang sekeras-kerasnya, menumpahkan segenap daya, mencucurkan keringat, membanting tulang, dan berusaha membalikkan hal-hal dianggap mustahil bagi manusia tetapi tidak mustahil bagi Allah SWT.
Dukungan moril dari ibu yang demikian, tentu membangkitkan semangat belajar sang anak. Pikiran sang anak juga akan terfokus pada hal-hal yang dipelajari dan mampu mengembangkan pemahaman belajar secara kreatif. Demikian pula yang dirasakan oleh paman saya itu. Paman tidak perlu pusing memikirkan apakah secara finansial bisa kuliah atau tidak. Tugas dia adalah belajar dan belajar sehingga bisa lolos dalam UMPTN. Dan memang, pada saat hasil seleksi UMPTN diumumkan, namanya tercantum sebagai calon mahasiswa yang lolos, yaitu pada fakultas farmasi sebuah PTN di Yogyakarta yang menjadi pilihan utamanya.
Kini, pamanku itu menjadi seorang apoteker di kota Pemalang dan menjadi dosen sebuah perguruan tinggi swasta di kota Pekalongan. Di samping itu, dia juga aktif dalam berbagai organisasi keagamaan termasuk sebuah lembaga pemberdayaan masjid yang dirintis dan diketuainya. Meski secara duniawi ia merasa tidak begitu sukses, namun saya menilainya secara akademis dia cukup sukses. Terlebih jika saya membandingkan banyak teman yang tidak mampu kuliah, kemudian terjun ke dunia kerja sebagai buruh kasar dengan penghasilan yang sangat pas-pasan, apa yang dicapai oleh paman saya itu adalah sebuah prestasi yang patut disyukuri.
Dan sebenarnya jika mengingat betapa nikmatnya bisa kuliah, antara lain bisa mengembangkan wawasan, menumbuhkan potensi berorganisasi dan kemampuan menajerial, melatih ketajaman berpikir, menimba ilmu alam dan keIslaman, menjalin hubungan dengan banyak pihak, dan lain-lain, maka nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat yang cukup memberikan bekal bagi kehidupan mandiri pasca kuliah. Hal tersebut adalah suatu prestasi yang tidak bisa dinilai kecil dan boleh jadi sangat mempengaruhi langka-langkah kehidupan selanjutnya.
Saya mengambil hikmah, bahwa ternyata keinginan pamanku untuk bisa kuliah dan menjadi seorang apoteker itu, terpenuhi karena dukungan yang besar dari sang ibu. Kisah pamanku itu adalah sedikit kisah dari banyak kisah yang membuktikan bahwa ‘apa yang terjadi pada seorang anak saat ini’ adalah buah dari langkah-langkah sang ibu di masa lalunya. Sang ibu yang senantiasa menapaki jalan hidupnya di dalam kebaikan, mencari rezeki halal demi masa depan anak-anaknya, rajin bermunajat di penghujung malam mendoakan anak-anaknya, semua itu sangat mempengaruhi masa depan anaknya.
Namun sebaliknya, andaikan sang ibu mencari rezeki dari jalan yang buruk, suka memberikan kata-kata kasar dan buruk kepada anaknya, memarahi dan memukuli anaknya, dan segala kegiatan beratribut buruk lainnya, maka akan berpengaruh pada perilaku anaknya. Ia akan menjadi buruk baik secara pemikiran maupun akhlak. Dan boleh jadi semua itu menjadi biang ketidakberhasilannya dalam bangku pendidikan. Tidaklah mungkin suatu output yang buruk, baik secara kognitif (keilmuan), afeksi (moralitas), dan konatif (operasional), dihasilkan dari suatu input yang baik. Sudah menjadi fakta empiris bahwa output yang buruk dihasilkan dari input yang buruk juga. Istilah kerennya adalah “garbage in garbage out”.
Anak-anak yang susah sekali diajak kepada jalan kebaikan, yang suka berhura-hura, yang berkata kotor, yang bermental preman, mimum-minuman keras, memakai narkoba, dan lain-lain, boleh jadi disebabkan oleh langkah dari ibu-ibu mereka yang kurang tepat di masa lalu. Dan tentu saja, ini tidak mengke sampingkan peran ayah sebagai pemimpin bagi ibu dan anak-anak.
***
Suatu ketika ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah Saw meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama Rasulullah Saw, maka beliau bertanya, “Adakah engkau masih memiliki ibu?”. Orang itu menjawab, “Ya, Masih. ” Kemudian beliau bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu. Karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”.

‘Surga di bawah telapak kaki ibu’, demikian petikan bunyi hadits yang sering kita dengar sebagai ungkapan yang sering disitir banyak orang. Bagaimana mengartikannya? Banyak orang mengambil pelajaran tentang kewajiban setiap anak untuk berbakti kepada ibunya (orang tua) mengingat jasa ibu yang demikian teramat besar bagi sang anak. Jasa ibu yang demikian besar tidak bisa dibalas oleh seorang anak, walau dengan emas dan permata setinggi gunung sekalipun. Pemahaman yang demikian penting diresapi bagi ‘seorang anak’ agar ia mampu mengoptimalkan kebaktiannya kepada ibunya (orang tuanya).
Namun seringkali seorang anak tidak selamanya hanya berperan sebagai anak yang senantiasa diliputi pikiran untuk berbakti kepada ibu-(orang tua)-nya. Jika ia seorang anak laki-laki yang sudah beristri dan beranak, maka ia wajib pula memikirkan pendidikan isteri dan anak-anaknya. Jika ia seorang isteri yang telah bersuami dan beranak, maka ia wajib pula memikirkan kewajiban terhadap suami dan anak-anaknya.
Dan hadits “surga di bawah telapak kaki ibu” itu menyimpan sisi hikmah yang agung bagi seorang ibu agar menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya karena kebaikan sang anak (surga) tergantung dari langkah kaki (upaya pendidikan) dari ibunya.
Seorang ibu yang selalu menapakkan langkahnya menuju kemaksiatan, maka sentuhan pendidikannya adalah penuh kemaksiatan. Kemaksiatan yang tertanam pada seorang anak ini bisa menghantarkannya kepada neraka. Contoh kecil saja bagaimana seorang ibu yang senantiasa berdusta kemudian ia memberikan sentuhan pendidikan kepada anaknya pun dengan dusta. Maka wajarlah jika kebiasaan dusta itu menurun kepada seorang anak. Padahal Rasulullah Saw telah bersabda barang siapa yang berkata dusta, maka kedustaannya itu akan menghantarkannya pada keburukan, dan keburukan itu akan menghantarkannya pada api neraka.
Alangkah indah jika ungkapan di atas dipahami secara bijak oleh seorang anak dan juga seorang ibu. Seorang anak lebih melihat kepada 'kewajiban berbakti' dan seorang ibu akan lebih melihat kepada 'kewajiban mendidik'. Insya Allah jika demikian adanya, maka tidak akan pernah terjadi konflik yang mempertentangkan antara orang tua dan anak. Sebaliknya, suasana kehidupan keluarga terasa sangat kondusif buat menumbuh-suburkan potensi kebajikan yang akan menghantarkan mereka semua kepada surga Allah nan abadi kenikmatannya.
Saat ini kita melihat peran seorang ibu yang demikian strategis itu banyak ditinggalkan dan dilupakan oleh sebagian para ibu. Mereka lebih suka mengerjakan tugas lain selain tugas merawat dan mendidik anak. Seharusnya, bagaimana pun kesibukannya pekerjaan merawat dan mendidik anak adalah pekerjaan prioritas di atas pekerjaan yang lain. Tugas merawat dan mendidik anak bukanlah pekerjaan sepele. Dia membutuhkan profesionalitas. Bagaimana tidak? Tugas yang mengantarkan pada pencapaian sumber kebahagian yang semu saja (duniawi) membutuhkan profesionalitas, bagaimana dengan tugas yang menghantarkan pada kekuatan generasi yang menghantarkan pada kekuatan ummat? Padahal di dalam kekuatan ummat itulah potensi-potensi kebajikan yang menghantarkan pada kebahagian abadi (surga) bisa dioptimalkan? Jelas bahwa tugas demikian sangat membutuhkan profesionalitas, bahkan harus.
Fenomena penyimpangan perilaku sang anak yang kemudian ditelusur ternyata akibat pendidikan yang salah dari orang tua, menyadarkan akan kebenaran bahwa ‘surga sang anak itu memang berada di bawah telapak kaki ibunya. ’ Dalam kisah paman saya, keberhasilan studi sang paman (keberhasilan dunia) adalah berkat didikan kerja keras ibunya. Dan akhlakul karimah dari seorang anak yang akan menghantarkanya ke surga akhirat, adalah berkat didikan dari ibunya juga.
Semoga kita bisa mengoptimalkan rasa bakti kita pada orang tua kita pada satu sisi, dan mengoptimalkan daya didik kepada anak-anak kita pada sisi lainnya. Semua harus dijalankan secara terpadu, seimbang dan harmonis, demi lahirnya potensi-potensi kebaikan yang menghantarkan ke surga. Amin.



Sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/surga-di-bawah-telapak-kaki-ibu.htm

Dampak Kurang Kasih Sayang

Dampak yang dirasakan seorang anak yang kurang kasih sayang menurut ahli psikologi sangat rentan terjadi pada anak yang berumur sekitar 2 tahun. Pada masa ini traumatis anak karena merasa diabaikan oleh orang tuanya mampu membekas dalam dirinya sampai dewasa kelak. Anak-anak yang kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi akibat problem kasih sayang, berpotensi mengalami masalah intelektual, masalah emosional dan masalah moral sosial di kemudian hari.
Berikut di antara dampak negatif anak kurang kasih sayang dari orang tuanya:
1. Dalam masalah intelektual
  • Mempengaruhi kemampuan pikir seperti halnya memahami proses ‘sebab-akibat’.
    Ketidakstabilan atau ketidakkonsistenan sikap orang tua, mempersulit anak melihat hubungan sebab akibat dari perilakunya dengan sikap orang tua yang diterimanya. Dampaknya akan meluas pada kemampuannya dalam memahami kejadian atau peristiwa-peristiwa lain yang dialami sehari-hari. Akibatnya, anak jadi sulit belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya.
  • Kesulitan belajar. Kurangnya kasih sayang dengan orang tua, membuat anak lamban dalam memahami, baik itu instruksi maupun pola-pola yang seharusnya bisa dipelajari dari perlakuan orang tua terhadapnya, atau kebiasaan yang dilihat/dirasakannya.
  • Sulit mengendalikan dorongan. Kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi, membuat anak sulit menemukan kepuasan atas situasi/perlakuan yang diterimanya, meski bersifat positif. Ia akan terdorong untuk selalu mencari dan mendapatkan perhatian orang lain. Untuk itu, ia berusaha sekuat tenaga, dengan caranya sendiri untuk mendapatkan jaminan bahwa dirinya bisa mendapatkan apa yang diinginkan.
2. Dalam masalah emosional
  • Gangguan bicara. Menurut sebuah hasil penelitian, problem kasih sayang yang dialami anak sejak usia dini, dapat mempengaruhi kemampuan bicaranya. Dalam dunia, psikologi, hingga usia 2 tahun dikatakan sebagai masa oral. Pada masa ini anak mendapatkan kepuasan melalui mulut (menghisap-mengunyah makanan dan minuman). Oleh sebab itulah, proses menyusui merupakan proses yang amat penting untuk membangun rasa aman yang didapat dari pelukan dan kehangatan tubuh sang ibu.
    Memang, secara psikologis anak yang merasakan ketidaknyamanan akan kurang percaya diri dalam mengungkapkan keinginannya. Atau kurangnya kasih saying tersebut membuat anak berpikir bahwa orang tua tidak mau memperhatikannya sehingga ia lebih banyak menahan diri. Akibatnya, anak jadi tidak terbiasa mengungkapkan diri, berbicara atau mengekspresikan diri lewat kata-katanya. Perlu diketahui, melalui komunikasi yang hangat seorang ibu terhadap bayinya, lebih memacu perkembangan kemampuan bicara anak karena si anak terpacu untuk merespon kata-kata ibunya.
  • Gangguan pola makan. Ada banyak orang tua yang kurang reponsif/ kurang tanggap terhadap tangisan bayinya. Mereka takut jika terlalu menuruti tangisan bayinya, kelak ia akan jadi anak manja dan menjajah orang tua. Padahal, tangisan seorang bayi adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan adanya kebutuhan seperti halnya rasa lapar atau haus.
  • Perkembangan konsep diri yang negatif. Ketiadaan perhatian orang tua, sering mendorong anak membangun image bahwa dirinya mandiri dan mampu hidup tanpa bantuan siapa pun, image itu berusaha keras ditampilkan untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Padahal, dalam dirinya tersimpan ketakutan, rasa kecewa, marah, sakit hat terhadap orang tua, sementara ia juga menyimpan presepsi yang buruk terhadap diri sendiri. Ia merasa tidak diperhatikan, merasa disingkirkan, merasa tidak berharga sehingga orang tua tidak mau mendekat padanya- dan, memang ia juga merasa tidak ingin didekati. Tanpa sadar semua perasaan itu diekspresikan melalui tingkah laku yang aneh-aneh, yang orang menyebutnya ‘nakal’, ‘liar’, ‘menyimpang’. Mereka juga terlihat suka menuntut secara berlebihan, suka mencari perhatian dengan cara-cara yang negatif. 
  • Sulit membedakan sesuatu. Anak akan sulit melihat mana yang baik dan tidak, yang boleh dan tidak boleh, yang penting dan kurang penting, dari keberadaan orang tua yang juga tidak bisa menjamin ada tiadanya, yang tidak dapat memberikan patokan moral dan norma karena mereka mengalami kesulitan dengan dirinya sendiri.
Tidak jarang anak-anak tersebut memunculkan sikap dan tindakan seperti: suka berbohong(yang sudah tidak wajar), mencuri(karena ingin mendapatkan keinginannya), suka merusak dan menyakiti(baik diri sendiri maupun orang lain), dan menurut sebuah penelitian, mereka cenderung tertarik pada darah, api dan benda tajam

Sumber : Majalah Nikah Vol. 2, No. 6, September 2003, hal. 52-54, Pustaka Aisyah www.safuan.wordpress.com

Keluarga Adalah Segalanya

Sapaan di YM membuatku beralih dari DemoCrazy di MetroTV yang sedang membahas tentang polemik pemberhentian Jaksa Agung-Hendarman Supandji. Dari seorang sahabat lama ternyata, sebut saja AW. Dia lebih dari sekedar sahabat sebenarnya, karena kami melewatkan empat tahun lebih bersama. Satu kampus, satu jurusan, satu kelas, (sering) satu kelompok tugas, dan satu kelompok pengajian. NIM kamipun hanya selisih 3 digit-aku 0009, dia 0012-. Dalam bahasa yang singkat, kami sudah sangat saling mengenal.
Diawali dengan bertegur sapa dan menanyakan kabar, dilanjutkan dengan sharing aktivitas saat ini. Yang kutahu, selepas dia lulus S1 (sekitar awal 2010) dia sempat bekerja di Jakarta. Tidak lama, karena setelah itu dia memutuskan kembali ke kampung halamannya di Pulau Borneo sana. Dengar-dengar kabar, dia sedang mengikuti rangkaian tes kerja untuk sebuah Bank Daerah disana.
Maka kutanyakanlah kabar itu padanya. Ternyata betul dia sedang mengikuti proses rekruitasi kerja, namun belum ada hasilnya. Kutanyakan lebih lanjut, apa saja aktivitasnya sembari menunggu hasil seleksi. Ternyata, dia sedang disibukkan dengan aktivitas merawat keluarga. Selama Ramadhan, sang kakek masuk RS karena pengapuran tulang. Selepas itu, gantian ibunya yang harus dirawat karena penyakit diabetesnya. Begitulah peran seorang putra pertama-meskipun dia anak kedua.
Kuingat beberapa waktu yang lalu, namanya sempat muncul di daftar peserta seleksi pegawai sebuah BUMN besar, hanya saja karena lokasi tesnya jauh di Jogja sana, akhirnya dia memutuskan untuk tidak mengikutinya. Waktu itu aku berpikir, betapa ruginya dia melewatkan kesempatan itu. Kesempatan yang jarang datang untuk yang kedua kalinya. Saat ini barulah kumengerti alasannya tidak mengikuti proses seleksi itu. Karena keluarga adalah segalanya. Kesempatan merawat keluarga-apalagi yang sedang sakit- tidak akan mungkin bisa dibandingkan dengan kesempatan mengikuti seleksi kerja-meskipun sebesar apapun perusahaan itu.
Mengutip dari film ’3 Idiots’, “ada banyak sekali ujian, tapi ayah hanya satu”. Begitu jugalah yang berlaku bagi sahabatku ini, “seleksi kerja ada banyak, tapi kakek dan ibu hanya satu”. Ya, keluarga adalah segalanya.
Apa yang kita usahakan dalam hidup, disamping untuk diri kita pribadi, untuk siapa lagi kita berikan selain untuk keluarga? Gaji yang kita terima, untuk siapa lagi kalau bukan untuk kita dan keluarga? Nilai-nilai baik yang kita dapat selama kuliah, tidak akan indah jika tidak didedikasikan untuk keluarga kita. Ya, keluarga yang telah mendukung kita. Maka sungguh merugilah orang-orang yang hanya menimbun kekayaan semata untuk dirinya sendiri, sementara mereka membujang, lapuk, sendiri, lalu mati tanpa ada yang menangisi.
Di keluargalah peluang mendapatkan surga-Nya menjadi semakin terbuka lebar. Orang tua, yang ridha Allah disematkan pada mereka. Anak-anak (yang shaleh), yang menjadi menjadi investasi amal jariyah kita. Pasangan hidup kita-suami atau istri-, yang menjadi ladang amal luas dalam kehidupan kita. Tak lupa saudara-saudara kita. Oleh karena itu, tak salahlah jika memang keluarga adalah segalanya.


Sumber : http://bijakfajar.wordpress.com/2010/09/26/keluarga-adalah-segalanya/

Betapa Berhaganya Wanita

Ketika Tuhan menciptakan wanita, Dia lembur pada hari ke enam. Malaikat datang dan bertanya, “Mengapa begitu lama, Tuhan?” Tuhan menjawab: “Sudahkah engkau lihat semua detail yang saya buat untuk menciptakan mereka?”….
“Dua tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukan dari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan. Punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan…., dan semua dilakukannya cukup dengan dua tangan ini”…
Malaikat itu takjub “Hanya dengan dua tangan?…. Imposible!” Dan itu model standar?! “Sudahlah Tuhan, cukup dulu untuk hari ini, besok kita lanjutkan lagi untuk menyempurnakannya”….
“Oh….. tidak, SAYA akan menyelesaikan ciptaan ini, karena ini adalah ciptaan favorit SAYA.” demikian kata Tuhan….
“O ya…. Dia juga akan mampu menyembuhkan dirinya sendiri, dan bisa bekerja 18 jam sehari dan tetap tegar setelah semuanya sakit dan tak berdaya”….
Malaikat mendekat dan mengamati bentuk wanita ciptaan Tuhan itu. “Tapi Engkau membuatnya begitu lembut Tuhan?”…
“Yah… SAYA membuatnya lembut. Tapi engkau belum bisa bayangkan kekuatan yang SAYA berikan agar mereka dapat mengatasi banyak hal yang luar biasa yang tidak bisa dikerjakan oleh seorang lelakipun”…
“Dia bisa berpikir?”, tanya malaikat. Tuhan menjawab; “Tidak hanya berpikir, dia mampur bernegosisasi”…..
Malaikat itu menyentuh dagunya…. “Tuhan, Engkat buat ciptaan ini kelihatan lelah dan rapuh! Seolah terlalu banyak beban baginya.”…
“Itu bukan lelah atau rapuh…. itu ari mata”. koreksi Tuhan. “Untuk apa?” tanya malaikat….
Tuhan melanjutkannya; “air mata adalah salah satu cara dia mengekspresikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaaan dan KEBANGGAAN.”…
“Luar biasa, Engkau jenius Tuhan” kata malaikat. “Engkau memikirkan segala sesuatunya, wanita ciptaan Mu ini akan sungguh menakjubkan!”…
Ya mesti…..! Wanita ini akan mempunyai kekuatan mempesona laki-laki. Dia dapat mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki. Dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri. Dia mampu tersenyum bahkan saat hatinya menjerit.
Mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan. Dia berkorban demi orang yang dicintainya. Mampu berdiri melawan ketidakadilan. Dia tidak menolak kalau melihat yang lebih baik. Dia membawa temannya yang sakit untuk berobat. Cintanya tanpa syarat. Dia menangis saat melihat yang dicintainya adalah PEMENANG…
Dia girang dan bersorak saat melihat kawannya tertawa. Dia begitu bahagia mendengar kesuksesan. Hatinya begitu sedih mendengar berita sakit dan kematian. Tetapi dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup. Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.
Hanya ada satu hal yang kurang dari wanita….
Dia lupa betapa berharganya dia……………..

Sumber : http://boim.student.umm.ac.id/betapa-berharganya-wanita/

Berharganya Waktu

Seperti cuaca di bumi yang tidak pernah stabil, begitu juga pikiran ini ada kalanya hujan ada kalanya kering, prediksi bisa dilakukan tetapi kadang kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Begitu pula hari ini, besok rencananya pulang ke kampung halaman di kota tercinta untuk bertemu Orang tua, kekasih tercinta serta keluarga, semua rencana sudah tersusun rapi dan sangat indah ketika membayangkannya. Akan tetapi, hari minggu jadwal penerbangan diubah secara semena-mena oleh pihak maskapai, hanya dengan kirim sms konfirmasi bersedia atau tidak untuk berpindah jadwal alasannya sederhana ada perbaikan pesawat sehingga terjadi cancel flight. Seperti menerima gelindingan bola bowling dan STRIKE, jatuh semua pin-pin rencana yang telah tersusun rapi untuk hari minggu karena jadwal penerbangan diajukan 2 jam.
Sangat mengherankan sekali, kenapa penerbangan di sini sepertinya tidak ada yang beres, selama beberapa kali naik bis udara, hampir 80% yang saya naiki jadwalnya jarang yang tepat waktu (terutama malam hari) entah gara-gara pesawatnya error, cuaca buruk, buruknya pengaturan penumpang dan bagasi, dllllll banyak deh pokoknya. Kompensasi yang diterima penumpang untuk masalah keterlambatan ini pun hanya sekotak snack atau nasi kalo maskapainya baik hati, gak ada 10%nya dari harga yang kita keluarkan mulai dari tiket, airport tax, dan yang paling utama adalah waktu. Bayangkan (silahkan merenung dulu), untuk seorang yang jauh dari keluarga seperti saya, waktu satu jam itu sangat-sangat berharga untuk berkumpul dan bercengkrama bersama mereka. Tetapi  sayangnya maskapai penerbangan seolah cuek saja ketika delay terjadi pada maskapai mereka. Tidak heran banyak sekali di surat kabar kita baca counter penerbangan di bandara yang dihancurkan oleh massa ketika delay terjadi sampai berjam-jam tanpa alasan yang jelas baik dari maskapai maupun angkasa pura.
Masalah keterlambatan pesawat sepertinya sudah menjadi masalah yang akut di negeri ini, untuk itu mohon maskapai penerbangan dan dinas perhubungan menemukan algoritma penjadwalan yang lebih baik lagi supaya tidak merugikan penumpang. Kalau dibandingkan waktu saya ke India, ketika saya melihat jam jadwal kedatangan dan keberangkatan pesawat hampir 100% akurat hanya meleset dalam hitungan menit, tidak seperti disini yang bisa berjam-jam, sehingga jangan heran negara-negara luar lebih maju karena mereka menggunakan waktu dengan semaksimal mungkin. Saya yakin, jika negeri ini bisa mengelola waktu dengan baik, maka tidak lama lagi kita akan menjadi negara yang lebih baik, karena hal ini tertuang dalam surat Al Ashr (103 : 1-3) yaitu orang yang merugi adalah orang yang tidak memanfaatkan waktu dengan baik. Oleh karena itu untuk menjadikan negeri ini bisa mengelola waktu dengan baik, maka mulai saat ini saya canangkan untuk diri sendiri hari ini 09 Desember 2011 adalah hari pemanfaatan waktu untuk Rinaldi Rusli. Bismillah semoga dengan memulai dari diri sendiri dapat menjadikan negara ini lebih baik lagi.

Sumber : http://rinaldirusli.wordpress.com/2011/12/09/berharganya-waktu/

Cadas Pangeran: Di Antara Mitos dan Fakta

Saat tikus digeser-geser menelesuri senarai situs di laman google yang memuat kata kunci “cadas pangeran” berhentilah di satu alamat http://staff.ui.ac.id/internal/131124734/material/ArtikelCadasPangeran.pdf
Klik, unduh, baca… dan terpana.
Sebulan sebelumnya, akhir September 2010 ketika melihat-lihat deretan buku di Rumah Buku, toko buku diskon saingan Togamas, sama-sama di Jl. Supratman Bandung, pandangan mata saya tertuju ke satu judul buku tipis: Pangéran Kornél, karangan R. Méméd Sastrahadiprawira, terbitan Kiblat, Bandung, 2009. Buku yang ditulis dalam Bahasa Sunda itu tinggal terpajang satu-satunya saat itu.
Rasa penasaran akan cerita dibalik pembuatan jalan Daendels di Cadas Pangeran Sumedang, patung Pangéran Kornél dan Daendels berjabat tangan, serta prasasti batu tentang penyelesaian jalan, mempengaruhi pikiran saya untuk memilih buku ini daripada buku lain yang sebenarnya sudah dipegang. Selain itu, beberapa kali mengunjungi jalan raya pos Cadas Pangeran untuk ekskursi geologi, yang berada di sebelah kiri jalan raya sekarang dari arah Bandung (sebelah kiri patung), banyak pertanyaan yang menggelantung di seputaran Cadas Pangeran ini.
Secara geologis, Cadas Pangeran memang mempunyai batuan yang keras. Bukit ini tersusun dari endapan volkanik tua breksi bersifat laharik dan lava berumur Pleistosen Awal kira-kira 700.000 hingga dua juta tahun yang lalu (Silitonga, 1972). Sumber gunungapi yang telah mati ini diperkirakan dari G. Kadaka di daerah Rancakalong, sebelah barat Sumedang, atau dari G. Kareumbi-Kerenceng, barat daya Sumedang. Memang sangatlah berat menembus bebatuan di Cadas Pangeran ini untuk mewujudkan keinginan Daendels merampungkan jalan raya pos dari Anyer ke Panarukan.
Tiga minggu kemudian barulah bisa menamatkan buku setebal 151 halaman itu. Selain tidak bisa setiap saat membaca buku itu, lidah dan terutama sensor bahasa di otak ini harus beradaptasi dengan bahasa Sunda yang menjadi bahasa yang digunakan di buku itu.
Buku yang merupakan novel dengan tokoh-tokoh yang beberapa nyata dan disebut dalam sejarah, dimulai dengan penceritaan situasi di Sumedang 1773. Saat itu keturunan Bupati Geusan Ulun tidak dapat melanjutkan pemerintahannya di Sumedang karena belum mempunyai anak yang telah dewasa. Akhirnya Pemerintah Belanda mengangkat bangsawan dari Parakanmuncang untuk mengisi kekosongan.
Dengan intrik politik yang diperankan oleh seorang mantan pejabat bejat dari Pegaden, Subang, berjuluk Demang Dongkol dan kemudian dipercaya oleh Bupati yang baru sebagai kaki tangannya, beralurlah kisah seorang anak bernama Radén Jamu. Ialah yang seharusnya paling berhak terhadap tahta Sumedang. Saat menjadi pemuda dan dipanggil Radén Surianagara, ia terusir dari Sumedang dan harus terlunta-lunta hingga ke Cianjur pada 1780. Namun atas kecakapannya dan adanya hubungan kekerabatan, ia dipercaya Bupati Cianjur memimpin Cikalong sebagai Kapala Cutak (sekarang mungkin setara dengan Camat). Akhirnya pada 1791 ia kembali ke pangkuan ibu pertiwinya di Sumedang sebagai Bupati yang ditunggu-tunggu rakyatnya, dan kemudian bergelar Pangéran Kusumah Dinata.
…lalu terjadilah peristiwa Pangeran Kusumah Dinata bersalaman dengan tangan kiri menyambut tangan kanan Marsekal Daendels, sementara tangan kanan siap menghunus keris; seperti tergambarkan pada patung di Ciherang yang menghiasi jalan raya Bandung – Sumedang memasuki segmen Cadas Pangeran.
Benarkah? Itulah yang ditanyakan Djoko Marihandono seorang sejarawan dari Universitas Indonesia melalui makalahnya berjudul “Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya Cadas Pangeran 1808: Komparasi Sejarah dan Tradisi Lisan” yang disampaikan pada seminar “Peringatan 70 tahun Prof. Dr. RZ Leirissa,” 29 – 30 April 2008, di Universitas Indonesia. Makalah yang pada saat tulisan ini dibuat dapat diunduh di alamat situs di awal tulisan ini jelas akan membuat terpana orang yang membacanya. Makalah ini hampir menafikan semua cerita – terutama yang bersifat fiksi – tentang Cadas Pangeran dan Jalan Raya Pos Daendels, di antaranya buku Méméd Pangéran Kornél, buku Pramoedya Anyer Panarukan, dan dua buku lainnya.
Fakta-fakta dari arsip sejarah yang disampaikan makalah ini membuat kita sedikit terkesima bahwa versi yang rasanya benar di benak kita ternyata banyak distorsinya. Daendels tidak pernah ke Cadas Pangeran, apalagi berjabat tangan dengan Pangéran Kusumah Dinata yang kemudian terkenal juga dengan sebutan Pangéran Kornél. Menurut Marihandono, tidaklah mungkin bagi Daendels yang berkuasa penuh atas Hindia Timur menurut begitu saja atas ancaman dan penghinaan Pangéran Kornél. Pada awal kedatangannya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dengan tegas ia memecat banyak perwira tinggi bahkan raja-raja bandel yang tidak mau menuruti perintahnya. Apalagi hanya selevel bupati. Arsip-arsip sejarah bahkan menunjukkan bahwa tidak ada penentangan dari bupati-bupati yang dilalui oleh jalan raya pos. Semua mendukung bahkan meminta kelanjutan proyek.
Tetapi ada perbedaan yang sangat signifikan pada makalah Marihandono, kalau tidak dianggap keliru. Ia menyebutkan bagaimana seorang Bupati yang baru berumur 20-an tahun berani berhadapan dengan penguasa tertinggi Hindia Belanda. Rupanya Marihandono menyangka Pangéran Kornél lahir pada 1791. Padahal, pada buku Pangéran Kornél (yang juga menjadi acuan makalah Marihandono, tetapi memakai terjemahan bahasa Indonesia oleh Abdoel Moeis, Balai Poestaka, 1952), Méméd justru menuliskan dengan jelas angka tahun 1791 sebagai tahun pelantikan (ngistrénan) Radén Suryanagara sebagai Bupati Sumedang. Pada buku Méméd, ketika ia membela rakyatnya dari kekejaman Daendels, ia adalah seorang pangeran matang penuh pengalaman berumur 40-an tahun yang berwibawa.
Pang̩ran Kusumah Dinata mendapat gelar kemiliteran dari Belanda sebagai kolonel yang ditugasi menjadi pemimpin pasukan dari beberapa kabupaten di Jawa Barat untuk mencegah meluasnya Perang Jawa 1825 Р1830 yang disulut Pang̩ran Dipanegara ke Jawa Barat. Itulah kemudian ia digelari juga Pang̩ran Korn̩l, demikian diceritakan di buku itu. Sebelumnya ia juga terlibat dalam penumpasan pemberontakan Bagus Rangin di Jatitujuh dan terkenal dengan Perang Bantarjati awal 1800-an. Pangeran Kornel wafat pada 29 Juli 1828 meninggalkan nama harum terutama bagi Sumedang.
Pada bab 2 Méméd menuliskan hal-hal yang mungkin perlu untuk dicermati bagi pemerhati geografi dan sejarah Bandung dan Jawa Barat. Tentang kapan surutnya Situhiang Danau Bandung, tidak ada seorang pun yang akan tahu, karena dari jaman dulu pun dataran Bandung sudah kering hanya tinggal sungai-sungai. Jangan-jangan cerita itu hanya karangan para pujangga saja, demikian tulisnya. Disebut pula sebuah kabuyutan (keramat) di Kampung Pabuntelan yang membuat G. Malabar selalu berkabut tempat dimakamkannya Sunan Dampal karuhun (leluhur) pedataran Bandung. Namun yang pasti tulisnya, pedataran Bandung pernah dikuasai oleh Dipati Ukur Wangsanata, bangsawan asal Purbalingga yang ditempatkan Sultan Agung di Jawa Barat saat menggempur Batavia.
Pada buku terbitan Kiblat (2009) terdapat keterangan bahwa buku Pangéran Kornél oleh R. Méméd Sastrahadiprawira diterbitkan setelah wafatnya pada tahun 1932 di Jakarta. R. Méméd menjadi redaktur Balai Pustaka yang dijabatnya dari tahun 1928. Ia lahir di Manonjaya, Tasikmalaya, 1897; mengenyam pendidikan di STOVIA dan diangkat menjadi CA (Candidaat Ambtenaar) di beberapa tempat sampai menjadi Camat di Bojongloa, Bandung, kemudian menjadi Camat TB (ditempatkan; mungkin kependekan dari Bahasa Belanda) di Kantor Kabupaten Bandung.
Membaca buku Méméd pikiran kita sedikit sulit untuk memisahkan apakah alur cerita ini berdasarkan sejarah nyata, atau hanya novel fiksi, bahkan beberapa bagian mungkin mitos? Ketika terdapat bantahan dari makalah Marihandono yang didasarkan arsip-arsip sejarah, kita semakin merenung jauh akan kebenaran cerita di balik pembobolan Cadas Pangeran yang selama ini kita terima begitu saja.
Pada kesimpulan Marihandono terdapat hal yang baik untuk kita cermati, bahwa mitos berfungsi sebagai identitas lokal. Menurutnya, penggunaan mitos untuk penulisan sejarah harus dicermati secara kritis karena banyak kelemahan dan penentuan temporal yang tidak jelas. Mitos sengaja dibuat di antaranya untuk menonjolkan peran seseorang dengan tujuan legitimasi kekuasaan atau pembenaran atas hak dan wewenang kelompok tertentu.
Kesimpulan di atas mengingatkan saya akan buku karangan Prof. Santos tentang Atlantis di Indonesia (Atlantis, The Lost Continent Finally Found) yang juga hanya mengandalkan mitos sebagai sumber datanya. Tiga blog saya tentang bantahan akan Atlantis di Indonesia itu ditanggapi secara luar biasa. Hingga saat ini telah masuk total lebih dari 400 tanggapan yang kebanyakan mengecam bantahan saya, baik dengan kalimat-kalimat santun, namun banyak juga yang memaki-maki dengan kalimat yang sangat kasar. Kecuali yang melecehkan agama dan kata-kata yang tidak pantas, semua saya approve di kolom komentar blog saya itu… dan saya hanya tersenyum saja, tidak akan pernah berkomentar lagi atas komentar. Enough is enough.
Referensi:
  • Sastrahadiprawira, R.M., 2009. Pangéran Kornél, Kiblat, Bandung.
  • Marihandono, J., 2008, Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya Cadas Pangeran 1808: Komparasi Sejarah   dan Tradisi Lisan, Seminar “Peringatan 70 tahun Prof. Dr. RZ Leirissa,” 29 – 30 April 2008, Universitas Indonesia (http://staff.ui.ac.id/internal/131124734/material/ArtikelCadasPangeran.pdf) diunduh 14 Okt 2010.
  • Silitonga, P.H., 1972. Geologi Lembar Bandung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Sumber : http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=817

KOSER (KOSAN USER)

Ngebahas anak-anak kosan seruuuuu tapi susah juga mau ngomong apaan pokoknya tetep SOLID yaa kita kan KELUARGA gw udah anggep mereka semua keluarga, gw nyaman sama mereka yang kepribadianny, sifatnya, kelakuannya segala macemnya beda-beda udah punya ciri khas masing-masing. Disini cewenya gw sama si sableng eta aja yang lainnya cowo. Gw seneng bisa kenal mereka tapi gw sedih kenapa kelas dua harus diacak lagi, udah PW BANGEET sama anak kosan. Suka duka, susah seneng, hal hal gila, hal hal bodoh semuanya ga bakal gw lupa bakal jadi beautiful memory. Oke, buat anak kosan KOMPAK terus yaa, walaupun nanti kita beda kelas L kalian udah  gw anggep keluarga sendiri, udah gw anggep kakak” gw karna gw pengen banget punya kakak hehe. Sayang kalian semuaaaaaaaaaaaaa

BEBSBEKS


BEBSBEKS, oke kita bicara tentang BEBSBEKS. Bingung sebenernya dulu ga begitu deket tapi sekarang udah klop bangeeeet. BEBSBEKS kumpulan orang gila (kecuali gw haha) yang kerjaaaanya ngebolang trus dan selalu ketawa walaupun ga ada hal yang lucu (emang udah gila) personilnya ada NENE (deasy cronica lubis), BEBY (yuli chatrine castro), TENYOM (shika mustika) & gw sendiri NDOT (indah nurul hikmah). Tempat yang paling PW itu kediaman si tenyom, apalagi kalo udah nunggu warungnya, paling seneng banget gw haha..  Udah banyak kejadian konyol, kejadian aneh, seneng susah bareng-bareng. Ga bakal ada abisnya ngomongin BEBSBEKS. Inger perjanjian ancol yaaaaaaaaa BEBSBEKS, so sweet J




ILYSM BEBSBEKS :-*

SAHABAT

“SAHABAT SEJATI” kata itu tepat untuk wanita yang memiliki nama YULI CHATRINE CASTRO. Gw seneng bangeeeeeeeet punya sahabat seperti dya yang peratian, pengertian, baik pokoknya the best banget buat gw. Kita udah saling ngerti saling tau, saliiiiiiiiiing paham satu sama lain. Dia udah gw anggep saudara sendiri. Kita juga udah saling kenal dengan keluarga satu sama lain. Ga bisa diungkapin semuannya, hey sexy kamu akan selalu menjadi sahabat terbaik dalam hidup gw. Inget janji janji kita, loveeee you so much onyooooooon :-*